Nama : Dahlan Panjaitan Tugas
Mandiri I
NIM : 1001134708
Jurusan : Hubungan Internasional
Mata Kuliah : Teori Hubungan Internasional
Dosen : Yessi Olivia, S.Ip., M.Int,Rel
Apa
Kepentingan Israel Mendukung Fatah Dalam Konflik Internal Palestina?
A.
Latar Belakang
Negara Israel didirikan pada
tanggal 14 Mei Tahun 1948 melalui tindakan unilateral pasca peperangan
Arab-Israel. Nagara-negara yang tergabung dalam pasukan Arab berhasil dikalahkan
Israel. Kemenangan kaum Yahudi dalam peperangan sekaligus menempatkan David Ben
Gurion sebagai PM Israel pertama, keyakinan ini menjadi sah setelah David Ben
Gurion membacakan teks pendirian Negara di depan Museum Nasional di kota Tel
Aviv.
kemerdekaan Israel didukung dengan adanya Deklarasi Balfour. Deklarasi ini
termuat dalam sebuah surat yg dikirimkan
oleh Menteri Luar Negeri Inggris Arthur James Balfour kepada Lord Rothschild, Presiden Federasi
Zionis Inggris pada 2 November 1917. Deklarasi ini telah disertujui oleh
cabinet Inggris dan diakatakan. “ Pemerintah menyetujui didirikan sebuah tanah
air bagi bangsa Yahudi di Palestina.
Berdaulatnya Israel menjadi
sebuah negara, menjadi permasalahan yang berkerpanjangan yang dihadpi rakyat
Palestina, terbukti dengan adanya Hamas Artimya Haraqah Almuqawamah Al-Islamiyah atau dikenal sebagai Hamas bukan
gerakan yang baru muncul pada saat didirikannya pada tanggal 14 Desember 1987.
Hamas memiliki sejumlah
aktivitas perlawanan, baik yang bersifat terbuka, maupun yang tertutup atau
rahasia. Aktivitas-aktivitas organisasi yang bersifat terbuka umumnya menyentuh
aspek-aspek sosial dan politik, sedangkan aktivitas-aktivitas yang tertutup
atau rahasia umumnya berkenan dengan aksi militer melalui jihad termasuk Intifadhah dengan target warga dan
militer Israel.
Perlawanan Hamas dengan
militer terhadap Israel, tidak mengurangi
atau tidak meninggalkan sikap terbuka dengan aksi sosilal dan politik, menurut
Robinson, ilmuan politik Eropa, Hamas merupakan gerakan sosial keagamaan yang
telah berhasil mengubah kehidupan rakyat Palestina. Peran Hamas di sayap
militer, sosial, hingga berlanjut pada aksi politik dengan ikut serta dalam
Pemilihan Umum untuk memilih Parlemen Palestina 25 Januari 2006. Tanggal 25
Januari merupakan hari yang bersejarah bagi Palestina, terkhususnya bagi Hamas
yang menangani Pemilu parlemen Palestina dengan memperoleh 74 dari 132 kursi
Parlemen yang diperebutkan.
Pada sisi lainnya Fatah yang sebelumnya memiliki otoritas Palestina justru
mengalami kekalahan dalam pemilihan parlemen Palestina dengan perolehan kursi
45, lebih tinggi dibandingkan dengan kursi yang Hamas peroleh.
Negara
Israel berharap, kalau Hamas unggul, kelompok ini bisa lebih bersifat akomodatif, terutama mengubah
pendiriannya yang tidak mau mengakui keberadaan Nagara Israel. Pada Faktanya
tidak melakukan hal itu, Hamas secara terbuka masih tetap pada pendiriannya
menolak untuk mengakui Israel yang dianggap sebagai penjajah. Hal demikian juga
ditambahkan dengan pernyataan Muhammad Mahdi Akif, pimpinan Al Ikwanul Muslimun
bahwa, kompromi dalam politik dan mengusung perlawanan senjata merupakan
prinsip perjuangan Hamas. Sikap hamas ini tentunnya menimbulkan kebencian
partai-partai Israel, terutama partai pemenang pemiliu Israel. Partai Kadima,
partai Likud, partai Amaal ketiga memiliki tujuan yang yang sama yakni perang
terhadap Hamas, PM Chebe Lafini yang juga berasal dari Kadima menjelaskan sikap
partainya dalam berinteraksi dengan orang-orang Palestina. “Pemerintah
Palestina sekarang, berdiri oleh orang-orang yang berafiliasi pada organisasi
teroris. Hal ini akan mempengaruhi masa depan Israel dan memungkinkan semakin
terhambatnya proses jalan keluar dari konflik yang diinginkan. Masalahnya bukan
pada Israel tapi pada sikap Hamas yang tetap tidak mau mengakui eksistensi
Israel.”
Pernyataan
ini mengarahkan bahwa pemerintah Palestina yang dipimpin oleh Hamas adalah
pemerintahan teroris, karena Hamas tidak mengakui Israel sebagai negara yang
berdaulat. Hal ini akan mempengaruhi stabilitas keamanan nasional Israel.
Pernyataan caleg partai Amal, Eufrim Sanie. “Pengosongan pemukiman adalah
kesalahan besar yang dilakukan Israel terhadap pemerintahan Hamas,”
Pengosongan
pemukiman warga bukan merupakan sebuah solusi untuk terhindar dari ancaman teroris seperti Hamas tentunya caleg
partai amal ini mengisyratkan harus ada cara lain untuk menyelamatkan negara
ini, lebih lanjut menjadi tanggung jawab pemerintah Israel adalah soal
pemeliharaan keamanan yang sangat baik dan kami ingin mengembalikan situasi itu kepada rakyat
yang memilih kami. Benar
bahwa kami tidak bicara soal sosial, dan ekonomi. Tapi itu karena kami lebih
fokus pada masalah keamanan, dengan tidak melupakan masalah lain,” pernyataan
Yole Adelshtin caleg Partai Likud”.
Kegelisahan
negara bangsa (nation state) Israel bahkan
partai besar yang ada pada negara Israel dalam menghadapi implikasi kemenangan
Hamas sangat beralasan. Hal tersebut menyangkut permasalahan kepentingan
keamanan nasional Israel yang berakhir pada ancaman kedaulatan negara. Pada
sisi lainnya kekalahan telak oleh Fatah, dimana posisi Fatah selama dalam
parlemen Palestina bersifat akomodatif, bekerjasama bahkan mengakui keberadaan
Israel sebagai Negara berdaulat dengan Pemerintahan Israel.
Secara
esensial Israel harus memiliki kebijakan nasional untuk menyelamatkan
kepentingan nasionalnya. Kebijakan nasional yang dilakukan Israel dengan tujuan
menghindari anacaman dari serangan Hamas. Menjaga keamanan Negara merupakan
kewaiban yang harus dilakukan Israel terutama adanya dukungan eksternal dan
internal dalam menopang untuk keamanan Israel. Israel memanfaatkan permasalahan
strategis konflik internal nasional Palestina yang berkaitan dengan kemenangan
Hamas dan kekalahan Fatah dalam pemilihan umum parlemen Palestina pada tahun
2006. Dampak yang diharapkan adalah Hamas tidak lagi disibukkan dengan
penyerangan terhadap Israel akan tetapi Hamas di sibukkan dengan perlawanan,
melawanan Fatah. Fatah mampu menghambat penyerangan yang dilakukan Hamas
terhadap Israel ditambah lagi dengan kekecewaan Fatah terhadap Hamas yang kalah
dalam pemilu parlemen 25 Januari 2006.
Keterlibatan
Israel pada permasalahan internal Palestina merupakan titik awal untuk mencapai
kepentingan nasional Israel, yang dijalankan dalam corak politik luar negeri
Israel, terutama menjalin aliansi dengan pihak Palestina yang dimotori Fatah.
Posisi kepentingan nasional Negara harus diutamakan atau diwujudkan pada posisi
selanjutnya kepentingan negara lainnya harus menjadi korban termasuk
kepentingan nasional Palestina.
Pelaksanaan
politik luar negeri Israel dengan kebijakan yang dikenal dengan istilah politik
yakni politik belah bambu atau mengangkat serta mendukung kelompok yang membawa
serta menjaga kepentingan nasional Isreal. Pada posisi yang sama Israel
memberikan tekanan kepada kelompok yang
menjadi ancaman bagi negaranya seperti kelompok Hamas.
B.
Tinjaun Teoritis
Dilihat
dari asumsi realisme menyatakan bahwa dalam interaksi internasional antara
negara konflik pasti terjadi, karena realisme menganggap bahwa sistem
internasional bersifat “Anarki”. Konflik mutlak terjadi dalam hubungan anatar
negara yang saling berisnteraksi, karena setiap negara akan terus
memperjuangkan kepentingan nasionalnya masing-masing tanpa mempedulikan pada
negara lain..
Dalam
pendekatan realis dimana kajian ilmu hubungan internasional yang sangat klasik
atau aliran ilmuan tradisional, kaum realis mengedanpankan Negara-bangsa
sebagai aktor yang paling utama dalam percaturan politik internasional. Kaum
realis berpendapat bahwa politik harus dimainkan dalam corak realistis. Realis
mengasumsikan power merupakan esensi
dari politik. Pendekatan ini bersifat normatif yaitu bersifat perspektif yang
menganjurkan kepada para pemimpinnya untuk menggunakan teknik-teknik yang
berorentasi kepada power atau
keamanan, dalam hal ini mengajar kepentingan, pengajaran kepentingan harus
ditempatkan sebagai prioritas utama.
Dimana
setiap Negara harus memiliki keyakinan bahwa keharusan bagi Negara dalam
menjaga serta kepentingan nasional negaranya. Pandangan kaum realis, keamanan
nasional ( national security ) identik
dengan kepentingan nasional ( national
interest ).
Pada
dasarnya Negara Israel ingin mencapai kepada sebuah tujuan, yakni; Israel
menjaga keamanan negaranya dari ancaman Hamas terutama ketika Hamas memenangi
kursi parlemen. Israel sebagai Negara yang merasa terancam harus memilih
alternative kebijaksanaan politik luar negeri untuk menjaga kedaulatan
negaranya. Kebijakan untuk bertahan dari ancaman keamanan nasional adalah
melakukan aliansi terhadap Fatah pada konflik Fatah-Hamas, sehingga Israel
mampu mengimbangi bahkan menekan kekuatan lawan musuh seperti Hamas.
Kebijakan
politik luar negeri Israel tidak terlepas dari factor internal maupun eksternal
seperti pendapat James N. Rosenau mengkategorikan factor-faktor atau sumber
politik luar negeri melalui dua kontinum yakni dengan cara menempatkan
sumber-sumber itu pada kontinu waktu (time
continu) dan kontinu agregasi sistemik (systemic
agregation continu). Sumber-sumber yang menjadi input dalam perumusan kebijakan politik luar negeri yaitu, sumber
sistemik merupakan sumber yang berasal dari eksternal suatu Negara, sumber ini
menjelaskan struktur hubungan antara Negara-negara besar pola aliansi yang
terbentuk antara Negara-negara dan factor situsional eksternal yang dapat
berupa isu area atau krisis. Sumber pemerintahan, sumber internal menjelaskan
tentang pertanggungjawaban politik dan struktur dalam pemerintahan,
pertanggungjawaban politik seperti Pemilu, kompetisi partai dan tingkat
kemampuan dalam pembuatan keputusan dapat secara fleksibel merespon situasi
eksternal.
Sumber sistemik ini bias diartikan sebagai sumber eksternal yang berupa Negara
dimana peran Negara untuk beraliansi.
Aliansi
disini adalah Israel terhadap Palestina yang dipimpin Fatah, Mahmud Abbas,
termasuk dengan Negara adikuasa seperti Amerika serta bantuan Mesir berupa
senjata untuk menghancurkan kekuatan Hamas. Faktor input dari dalam negeri
berupa dukungan partai-partai Israel seperti Kadima, Likud dan Amal. Pada
faktanya partai ini berkuasa dan akan berkuasa yang mengumbarkan janji serta
akan membuat keputusan politik luar negeri yang agresif terhadap Hamas. Juga
pada faktanya Perdana Menteri Israel yang dipimpin Ehud Olmert yang berasal
dari partai Kadima, mendukung Fatah untuk melakukan penyerangan kepada Hamas.
Berdasarkan landasan teori realism, dapat diambil sebuah simpulan bahwa Israel
mendukung Fatah dalam konflik internal Palestina, adalah suatu kepentingan
ataupun strategi Israel untuk menjaga keamanan nasional Israel.
1.435
REFERENSI
Abdul
Rahman, Perjuangan Rakyat Palestina Melawan Israel” Sebuah sketsa terhadap
Kebangkitan gerakan Islam di Indonesia Mendukung Pendirian Nagara Palestina,
Jurnal Ilmu Hubungan Internasional Antar Bangsa Vol.1.No.2 Pekanbaru 2003, hal
115
Paul
Findley.Diplomasi Munafik Zionis Israel.MIzan. Bandung 2006, hal 26`